Monday, February 9, 2009

KELUARGA SUTEDJA


Alhamdulillah akhirnya jadi juga blog kita. Mudah-mudahan ini bisa menjadi wadah komunikasi bagi kita semua sebagai alumni Teknik Mesin Universitas Sriwijaya angkatan ’89 untuk saling bertukar informasi, kirim kabar, ataupun sekedar mengisi waktu yang kosong dengan bertukar cerita kosong.

Photo ini adalah photo saya dan keluarga. Saya menikah tahuin 1998 pada tanggal 28 Juni. Satu kenangan yang indah yang mendebarkan yang tidak mungkin bisa terlupakan. Bukan hanya kisah pertemuan saya dan istri saja yang menjadi suatu kenangan indah tersebut, tetapi persiapan menikah kami juga menjadi sesuatu yang menegangkan. Bagaimana tidak! Tahun tersebut adalah salah satu tahun yang pahit bagi bangsa Indonesia. Reformasi! Suatu keadaan yang menyebabkan ketidak stabilan harga barang. Stabil menjadi turun pasti tidak masalah, namun ketidak stabilan disini dalam arti sebenarnya semua harga barang melambung tinggi karena terjadi inflasi nilai tukar rupiah terhadap dolar. Bayangkan, pada saat itu 1 US$ hampir 16 ribu rupiah.

Menikah? Ya harus ada pesta, harus ada tukang photonya, harus punya jas dan harus punya cincin kawin setidak-tidaknya. Nah dua yang saya sebut belakangan inilah yang membuat peristiwa persiapan menikah ini menjadi kenangan yang indah saat ini.
Pertama masalah jas yang akan dipakai saat akad nikah. Sebulan sebelum akad nikah saya pergi ke pusat pertokoan Megahria untuk membuat jas. Karena ini perkawinan yang pertama (dan terakhir tentunya), sudah pasti saya memilih untuk menjahit ditempat yang terbaik dengan bahan yang terbaik pula. Mahal? No problem! Sebagai pekerja proyek di perusahaan asing dengan jabatan yang lumayan, uang tidak menjadi masalah saat itu (padahal saat kuliah, kalau makan pagi dan siang cukup dengan lontong tempe di Puncak Sekuning). Yang penting saat akad nikah nanti terlihat keren dan gagah, kalau perlu semua gadis-gadis yang hadir saat itu pada naksir semua ..he..he...
Setelah selesai mengukur jas, dijanjikan jasnya akan selesai dalam waktu 3 minggu. Artinya 1 minggu sebelum akad nikah jas sudah bisa dipantas-pantaskan, sehingga kalau ada yang kurang pantas masih ada waktu untuk memperbaikinya.

Hari demi hari berlalu .... semua aman. Namun kira-kira 3 hari menjelang pengambilan jas tersebut, saya melihat di televisi bahwa pertokoan Megahria terbakar. Alamak, bagaimana dengan jas-ku? Pasca kebakaran semua toko dikawasan pertokoan Megahria masih di beri police line. Wah, bagaimana mencari yang punya toko supaya dapat penggantian?

Alhamdulillah setelah keliling kesana-sini ke penjahit lain, ternyata ada juga yang sanggup menyelesaikan pembuatan jas hanya dalam waktu 1 minggu. Penjahit pinggir jalan yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan, Bang Dul namanya. Harganya? Ha..ha.. hampir separoh dari jas yang ikut terbakar di Megahria. Saat selesai dan dipakai ternyata ..waw, keren juga. Jahitannya rapi dan halus. Kualitas butik tapi harga pinggir jalan.

Yang kedua cincin kawin. Pasca reformasi yang ditandai dengan diserahkannya jabatan presiden dari Suharto ke Habibie, hampir semua toko masih tutup. Penduduk keturunan China yang mayoritas pedagang masih takut untuk menampakkan diri. Sebagian besar dari mereka trauma akibat tindakan brutal penduduk pribumi terhadap mereka.
Akibatnya ya toko emas pada tutup semua. Saya dan istri (calon istri saat itu) tidak tahu lagi mau mencari cincin emas kemana. Issue lain ada yang mengatakan emas tidak bisa dijual saat ini karena harganya tidak stabil, sehingga mereka takut rugi. Gawat!
Namun seperti biasa kalau kita percaya “bahwa dibalik kesusahan pasti ada kemudahan. Dan sesungguhnya dibalik kesusahan pasti ada kemudahan.” Pasti ada bantuan yang datang. Dan Alhamdullilah, kenalan istri saya bersedia untuk membantu menyediakan cincin emas tersebut yang walaupun ternyata kadar karatnya tidak sama, dan ukuran cincin yang harus saya kenakan kekecilan sehingga harus diminyakin terlebih dahulu pada saat acara saling pakai cincin setelah acara akad nikah. Bersyukurnya lagi ternyata setelah harga emas stabil, kami diperbolehkan untuk menukarnya dengan cincin kawin yang lebih baik.

Kembali ke photo, saya perkenalkan istri saya bernama Juliana Dewi Kartikawati, alumni Sipil Universitas Sriwijaya Angkatan ’91. Kami sama sekali tidak pernah saling mengenal disaat kuliah. Perkenalan baru terjadi saat sama-sama kerja ditengah hutan saat proyek pembangunan Corridor Blok Gas Project milik Asamera di desa Grissik kecamatan Bayung Lencir – Muba. Anak saya yang pertama lahir di Palembang, 25Februari 2000, namanya Frinandya Dewi Saputra. Yang kedua lahir di Palembang, 08 Juli 2002, namanya Anandya Dewi Saputra. Saat yang menegangkan karena menjelang kelahirannya saya masih berada di Amerika. Dan yang terakhir bernama Muhammad Rafif Deka Saputra, lahir di Jakarta pada tanggal 07 Juli 2005.

InysaAllah kami dijadikan keluarga yang sakinah, mawadah warahmah. Amin.

2 comments: